equityworld futures pusat
Friday, March 20, 2015

Friday, March 20, 2015


Panglima TNI Jenderal Moeldoko meminta Presiden Jokowi menghidupkan kembali jabatan Wakil Panglima TNI. Jabatan ini dulu sudah dihapus oleh Gus Dur semasa dia menjabat.

Bagaimana cerita Gus Dur menghapus posisi nomor dua di Mabes TNI itu?

Setelah dilantik sebagai presiden, kebijakan-kebijakan yang dilakukan Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur kerap berbenturan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Secara sepihak, Gus Dur kerap kali mengotak-atik jabatan-jabatan penting tanpa melalui diskusi atau menyampaikan alasannya.

Dikutip dari buku 'Mengawali Integrasi Mengusung Reformasi: Pengabdian Alumni Akabri Pertama 1970' terbitan Kata Hasta Pustaka tahun 2012 yang disusun oleh Sudradjat, Gus Dur dinilai tidak memiliki kecocokan dengan Panglima TNI yang saat itu masih dijabat oleh Jenderal Wiranto.

Gus Dur menganggap, Wiranto sebagai sisa produk pemerintahan Orde Baru. Meski begitu, Gus Dur sempat menyetujui usulannya untuk memasukkan perwira AD sebagai Menteri Pertambangan dan Energi guna menengahi perebutan jabatan itu dari kalangan partai politik. Dipilihlah Letjen Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Mentamben.

Gus Dur akhirnya memilih Laksamana TNI Widodo AS, menggantikan Wiranto yang memasuki masa pensiun. Gus Dur berharap Widodo loyal, namun setelah menduduki jabatan tertinggi dalam angkatan bersenjata Indonesia, Widodo malah membuat gertakan terhadap Gus Dur. Dia mendesak Gus Dur untuk mengganti beberapa jenderal di posisi kunci.

Hal itu diketahui dari bocornya 'Dokumen Bulak Rante'. Dalam dokumen itu, Widodo AS bersama sejumlah petinggi TNI lainnya, yakni Agus Wirahadikusumah, Rahman Toleng, Bondan Gunawan dan beberapa aktivis lainnya menggelar pertemuan di kediamannya, kompleks perumahan perwira Bulak Rante, Jakarta Timur. Dia meminta presiden menggeser atau memecat Panglima Kostrad.

Gus Dur yang baru pulang dari lawatannya di Amerika Serikat kesal mendapati kondisi tersebut. Dia pun langsung menawarkan kompromi sekaligus melakukan mutasi besar-besaran di tubuh TNI. Mutasi jabatan ini terjadi hingga dua kali, yakni pada September dan Oktober 2000.

Gus Dur yang tak mau mengalah di tengah gertakan perwira TNI ini memutuskan untuk menghapus jabatan Wakil Panglima TNI yang saat itu dijabat oleh Jenderal TNI Fachrul Rozi. Rencana ini sebenarnya dimaksudkan untuk sekaligus mengganti Panglima dan Kapolri yang dianggapnya berseberangan.

Fachrul mengetahui rencana tersebut, namun dia enggan mencari-cari dukungan dari pihak lain, termasuk menolak masukan Widodo AS untuk menemui Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri yang dinilai tak setuju dengan rencana presiden itu.

"Biar saja Bapak Panglima. Kalau presiden tidak ada trust (kepercayaan) kepada saya, buat apa saja di jabatan tersebut," tegas Fachrul kepada Widodo AS. Alhasil, melalui Keppres tertanggal 20 September Fachrul resmi dicopot dan jabatannya dihapus saat itu juga.

Meski dipecat secara sepihak, Fachrul mengaku menerima keputusan itu dengan besar hati. "Bagaimana pun saya jadi bintang empat, itu sudah tinggi. Enggak ada lagi bintang setelah itu."

Ternyata, setelah menghapus jabatan tersebut, ternyata Gus Dur masih mencla mencle. Gus Dur lantas memanggil Sekjen Dephankam Johny Lumitang dan akan menunjuknya menjadi Wakil Panglima TNI. Dengan tegas Johny menolak jabatan tersebut mengingat adanya perang dingin yang terjadi antara TNI dengan presiden. Apalagi jabatan itu sudah dihapus Gus Dur, masak dihidupkan lagi dengan motif politik.

Maka Johny mengaku rela membuang kesempatan menjadi jenderal bintang empat demi meredakan konflik.

"Saya menolak jabatan Wakil Panglima TNI, kalau gara-gara saya TNI pecah," tegasnya.

Sejak itu, tidak ada lagi jabatan Wakil Panglima TNI sampai sekarang. Namun kini, Jenderal Moeldoko kembali mengajukan permintaan agar posisi tersebut kembali diaktifkan.

0 comments:

Post a Comment