Suporter tim nasional Brasil membawa replika 
trofi Piala Dunia saat menyaksikan pertandingan Grup A antara timnya dan
 Kamerun, di Estadio Nacional, Brasilia, 23 Juni 2014.
Setelah demikian banyak kejutan, termasuk melajunya Kosta Rika 
sebagai juara dari grup maut yang dihuni tiga mantan juara dunia, 
tersingkirnya juara bertahan Spanyol, kejutan James Rodriguez dan 
Kolombia, serta digdayanya generasi emas sepakbola Belgia, Piala Dunia 
2014 tinggal menyisakan empat laga lagi. Tiga laga diantaranya sangat 
penting untuk menentukan gelar juara.
Ironisnya dengan demikian banyaknya kejutan yang terjadi yang 
menyingkirkan tiga mantan juara dunia di putaran grup, serta satu mantan
 juara dunia lainnya di babak perempat final, empat besar menghasilkan 
semifinal ideal.  Artinya perkiraan bahwa empat negara inilah yang bakal
 menggelar dua laga semifinal di Belo Horizonte dan Sao Paulo sejak  
undian digelar Desember tahun lalu menjadi kenyataan.
Jerman, mantan juara dunia tiga kali mematahkan rekor tidak 
terkalahkan Didier Deschamps sebagai pemain maupun pelatih saat 
menyingkirkan Prancis lewat gol tunggal Mats Humels.
Tuan rumah, Penta Campeao, Brasil membungkam tim yang paling
 menawan sepanjang putaran grup dan babak 16 besar Kolombia lewat dua 
gol dari centre back mereka, walaupun harus mengorbankan seorang Neymar 
yang menjadi barometer kekuatan Selecao.
Argentina, yang biasanya menciptakan gol dipenghujung laga, kali ini 
justru menciptakan kemenangan lewat gol diawal laga untuk membungkam 
setan merah Belgia, yang seperti halnya Kolombia mendapatkan kesulitan 
untuk menjaga momentum dipertandingan kelima mereka setelah mencatat 
empat kemenangan berturut turut.
Dan terakhir, finalis  Afrika Selatan, empat tahun lalu yang demikian
 eksplosif di putaran grup, tapi agak tersendat di 16 besar dan 
memerlukan pergantian pertama kalinya seorang penjaga gawang untuk adu 
penalti sebelum menyingkirkan Kosta Rika.
Gambaran bahwa Piala Dunia adalah turnamen besar dan berat. Sehebat 
apapun kejutan yang dilakukan oleh tim tim kecil pada akhirnya duel laga
 penentu akan digelar oleh tim tim mapan yang sudah malang melintang 
dalam sejarah piala dunia.
Ulangan Final 2002
Bicara Piala Dunia, duel Jerman v Brasil tidak bisa dibilang sebagai 
laga klasik.  Kedua Negara pemegang rekor tampil di piala dunia ini 
jarang bertemu di ajang yang bersifat kompetitif.  Praktis baru 
semifinal Olimpiade 1988 di Seoul saat Romario dan Bebeto dkk 
menyingkirkan Juergen Klinsman dkk lewat adu penalti dan duel final 
Paial Dunia di Yokohama 12 tahun lalu saat dua gol oportunis Ronaldo 
menelantarkan pemain terbaik kejuaraan, Oliver Khan yang tercatat 
sebagai pertemuan ajang kompetitif kedua kesebelasan.
Generasi sekarang baru bertemu satu kali dalam laga persahabatan tiga
 tahun lalu di Stuttgart yang dimenangkan tuan rumah 3-2. Gol gol 
Schweinsteiger, Goetze dan Schurle hanya bisa dibalas oleh penalti 
Robinho dan gol oportunis Neymar dipenghujung laga.
Jika laga itu patokannya, jelas Brasil kalah kelas di Marcedes-Benz 
Arena itu.  Juga faktor kekinian jelang laga di Estadio Mineirao, Belo 
Horizonte pada Selasa (8/7).  Faktor cedera Neymar akan jadi sisi 
negative tapi juga kemungkinan sisi positif bagi Canarinha, jika seluruh
 ponggawa asuhan Felipao ini bertekad memberikan yang terbaik bagi 
pahlawan mereka, seperti ketika Amarildo menggantikan Pele yang cedera 
di Cile pada Piala Dunia 1962.
Tapi jelas faktor absennya capetao Thiago Silva akan sangat 
berpengaruh, walaupun penggantinya Dante adalah sosok yang sangat 
mengenal rekan rekannya di Bayern Muenchen dalam tubuh Die National Manschaaft.
Sebaliknya ritme ein land, eind manschaaft, ein traum di
 bis tim nasional Jerman akan mengobarkan semangat mereka. Satu Negara, 
satu timnas dan satu mimpi untuk menghapuskan nirgelar 18 tahun mereka 
sejak Juergen Klinsmann dkk merebut Euro 1996 di tanah Inggris.
Mimpi yang bisa jadi kenyataan jika mereka bersatu seperti saat 
perempat final, walaupun tuan rumah yang invalid yang mencoba menghadang
 mimpi tersebut.  Jelas peluang juara dunia tiga kali ini lebih besar 
ketimbang saat kedua negara bertemu terakhir kali di final Piala Dunia 
Yokohama 2002. Brasil 45 - 55 Jerman
Rekor Sempurna
Brasil tercatat sebagai Negara yang jadi juara dunia sempurna.  Tahun
 1970 ketika mencatat enam kemenangan dalam enam laga. Dan tahun 2002 
ketika membukukan tujuh kemenangan dalam tujuh laga.
Di Brasil 2014 ini, hanya Argentina yang punya peluang melakukan hal 
itu ketika lolos kesemifinal.  Kemenangan lawan Belgia adalah kemenangan
 kelima dalam lima laga tanpa adu penalti yang dihasilkan Lionel Messi 
dkk.  Menariknya margin kemenangan anak asuhan Alejandro Sabella itu selalu sama. Unggul tipis disemua laga yang mereka jalani.
Ini yang membuat banyak pengamat meragukan Tim Tanggo. Tapi justru 
sebenarnya inilah modal besar calon juara. Selalu mendapatkan momentum 
untuk membawa pada kemenangan seperti gol Messi saat melawan Iran 
dipenghujung laga, gol kemenangan Angel Di Maria atas Swiss di 
penghujung perpanjangan waktu dan gol tunggal Gonzalo Higuain dimenit 
menit awal laga perempat final melawan Belgia.
Sebaliknya Belanda, ada semacam penurunan momentum dari fase grup 
yang sangat eksplosif, tertatih tatih di perdelapan final yang 
melelahkan melawan Meksiko dan memerlukan adu penalti saat laga melawan 
Kosta Rika.
Sisi positif yang menguntungkan oranje adalah bakal absennya
 Angel Dimaria karena cedera.  Tapi jaminan bahwa laga ini akan sulit 
gol sehebat apapun daya dobrak kedua kesebelasan terlihat dari laga laga
 yang sudah kedua Negara lakukan di babak kualifikasi.
Sulit mematahkan deadlock yang akan membuat laga di Arena 
Corinthians, Sao Paulo ini besar kemungkian berakhir kembali dengan adu 
penalty. Tidak seperti sejarah pertemua Tango v Oranje sebelumnya di 
Piala Dunia yang berakhir lewat perpanjangan waktu di Final Piala Dunia 
1978 untuk Argentina dan kemenagan Oranje di perempat final Piala DUnia 
1998. Belanda 50 - 50 Argentina






0 comments:
Post a Comment